Laman

Minggu, 20 September 2015

Kedatangan Jepang ke Indonesia

Kedatangan Jepang ke Indonesia
  Latar belakang Jepang ikut PD II
Jepang ikut melibatkan diri dalam PD II karena ada beberapa penyebab diantaranya :
1.                  Dibukanya politik isolasi Jepang dan diterapkannya restorasi Meiji.
2.                  Berkembangnya Jepang menjadi Negara imperialis
3.                  Jepang berambisi menjadikan Asia dan dunia sebagai keluarga besar, dan Jepang menjadi pemimpinnya.
Dari poin ketiga inilah Jepang yang memang pada dasarnya merupakan Negara yang berbasis militer yang sangat kuat, semakin meningkatkan kekuatannya demi mewujudkan ambisinya. Hal tersebut dibuktikan dengan  pengeboman angkatan laut Amerika di Pearl Harbour pada tanggal 8 Desember 1941.

b.      Proses masuknya Jepang ke Indonesia
Sejak pengeboman Pearl Harbour oleh angkatan udara Jepang pada 8
Desember 1941, serangan terus dilancarkan ke angkatan laut Amerika. Selain itu, serangan Jepang juga diarahkan ke Indonesia. Serangan terhadap Indonesia tersebut bertujuan untuk mendapatkan cadangan logistik dan bahan industri perang, seperti minyak tanah, timah, dan aluminium. Sebab, persediaan minyak di Indonesia diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan Jepang selama Perang Pasifik.
Pada Januari 1942, Jepang mendarat di Indonesia melalui Ambon dan seluruh Maluku. Meskipun pasukan KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger ) dan pasukan Australia berusaha menghalangi, tapi kekuatan Jepang tidak dapat dibendung. Daerah Tarakan di Kalimantan Timur kemudian dikuasai oleh Jepang bersamaan dengan Balikpapan (12 Januari 1942). Jepang kemudian menyerang Sumatera setelah berhasil memasuki Pontianak. Bersamaan dengan itu Jepang melakukan serangan ke Jawa (Februari 1942).
Pada tanggal 1 Maret 1942, kemenangan tentara Jepang dalam Perang Pasifik menunjukkan kemampuan Jepang dalam mengontrol wilayah yang sangat luas, yaitu dari Burma sampai Pulau Wake. Setelah daerah-daerah di luar Jawa dikuasai, Jepang memusatkan perhatiannya untuk menguasai tanah Jawa sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda.
Dalam upaya menguasai Jawa, telah terjadi pertempuran di Laut Jawa, yaitu antara tentara Jepang dengan Angkatan Laut Belanda di bawah Laksamana Karel Doorman. Dalam pertempuran ini Laksamana Karel Doorman dan beberapa kapal Belanda berhasil ditenggelamkan oleh tentara Jepang. Sisa-sisa pasukan dan kapal Belanda yang berhasil lolos terus melarikan diri menuju Australia. Sementara itu, Jenderal Imamura dan pasukannya mendarat di Jawa pada tanggal 1 Maret 1942. Pendaratan itu dilaksanakan di tiga tempat, yakni di Banten dipimpin oleh Jenderal Imamura sendiri. Kemudian pendaratan di Eretan Wetan-Indramayu dipimpin oleh Kolonel Tonishoridan pendaratan di sekitar Bojonegoro dikoordinir oleh Mayjen Tsuchihashi. Tempat-tempat tersebut memang tidak diduga oleh Belanda.
Untuk menghadapi pasukan Jepang, sebenarnya Sekutu sudah mempersiapkan diri, yaitu antara lain berupa tentara gabungan ABDACOM, ditambah satu kompi Akademi Militer Kerajaan dan Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Jawa Barat. Di Jawa Tengah, telah disiapkan empat battalion infanteri, sedangkan di Jawa Timur terdiri tiga battalion pasukan bantuan Indonesia dan satu batalion marinir, serta ditambah dengan satuan-satuan dari Inggris dan Amerika. Meskipun demikian, tentara Jepang mendarat di Jawa dengan jumlah yang sangat besar, sehingga pasukan Belanda tidak mampu memberikan perlawanan. Pasukan Jepang dengan cepat menyerbu pusat-pusat kekuatan tentara Belanda di Jawa. Tanggal 5 Maret 1942 Batavia jatuh ke tangan Jepang. Tentara Jepang terus bergerak ke selatan dan menguasai kota Buitenzorg (Bogor). Dengan mudah kota-kota di Jawa yang lain juga jatuh ke tangan Jepang. Akhirnya pada tanggal 8 Maret 1942 Jenderal Ter Poorten atas nama komandan pasukan Belanda/Sekutu menandatangani penyerahan tidak bersyarat kepada Jepang yang diwakili Jenderal Imamura. Penandatanganan ini dilaksanakan di Kalijati, Subang. Dengan demikian berakhirlah penjajahan Belanda di Indonesia. Kemudian Indonesia berada di bawah pendudukan tentara Jepang. Gubernur Jenderal Tjarda ditawan. Namun Belanda segera mendirikan pemerintahan pelarian (exile government) di Australia di bawah pimpinan H.J. Van Mook.
c.       Keterkaitan antara PD II dengan masuknya Jepang ke Indonesia
Keterkaitan antara PD II dengan masuknya Jepang ke Indonesia adalah dengan memasuki dan menguasai Indonesia Jepang bisa mendapatkan  cadangan logistik dan bahan industri perang, seperti minyak tanah, timah, dan aluminium untuk  mencukupi kebutuhan Jepang selama Perang Pasifik. Selain bantuan logistic, Jepang juga memaksa dan memanfaatkan tentara dan penduduk Indonesia untuk membantu Jepang melawan sekutunya dalam PD II.
d.      Jalur kedatangan Jepang hingga sampai Indonesia
Berikut jalur kedatangan Jepang hingga sampai di Indonesia

§  Jepang à Manchuria à Korea à Indo China à Thailand à Burma à Filipina à Malaysia à Brunei Darussalam à Tarakan-Kalimantan (Indonesia)

Sumber :

§         Buku Pegangan Siswa Sejarah Indonesia SMA Kelas 11 Kurikulum 2013 Semester 2 (matematohir.wordpress.com)

Jumat, 11 September 2015

Perang Melawan Kolonial



Perang Melawan Kolonial
a.      Aceh Vs Portugis
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, membuat Aceh mendapatkan keuntungan, karena para pedagang Islam yang tadinya berdagang di Malaka akhirya pindah berdagang ke aceh. Perdagangan di Aceh pun mulai berkembang pesat, hal ini pula menjadikan Aceh berkembang menjadi bandar dan pusat perdagangan. Hal tersebut dilihat Portugis sebagai sebuah ancaman, oleh karena itu Portugis melancarkan serangan. Pada tahun 1523, Portugis melancarkan serangan ke Aceh di bawah pimpinan Henrigues, dan disusul pada tahun 1524 di bawah pimpinan Sauza, namun semuanya gagal. Karena gagal Portugis terus menggunakan berbagai cara untuk menghancurkan Aceh, yakni dengan mengganggu kapal-kapal dagang Aceh di manapun berada. Misalnya pada saat kapal-kapal dagang Aceh sedang berlayar di Laut Merah pada tahun 1524/1525 diburu kapal Portugis dan kemudian ditangkap. Rakyat Aceh mulai merasa geram dengan sikap Portugis yang merampas kebebasan Aceh untuk berdagang. Untuk itu Aceh melakukan perlawanan dengan persiapan sebagai berikut :
1.      Melengkapi kapal-kapal  dagang Aceh dengan persenjataan, meriam, dan prajurit.
2.      Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa ahli dari Turki pada tahun 1567.
3.      Mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.
Setelah berbagai bantuan datang Aceh mulai melancarkan serangan ke Portugis. Namun gagal. Dan kemudian Portigis menyerang balik namun gagal juga.
Rakyat Aceh dan pemimpinnya selalu ingin memerangi kekuatan dan dominasi asing. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda , semangat juang untuk mempertahankan tanah air semakin meningkat. Iskandar Muda berusaha melipatgandakan kekuatan pasukannya. Angkatan lautnya diperkuat dengan kapal-kapal besar. Pasukan kavaleri dilengkapi dengan kuda-kuda dari Persia, bahkan juga menyiapkan pasukan gajah dan milisi infanteri. Untuk mengamankan wilayahnya dilengkapi dengan pengawas di jalur-jalur perdagangan.
Setelah menyiapkan pasukannya, pada tahun 1629 Iskandar Muda melancarkan serangan ke Malaka, hal ini membuat Portugis kewalahan, namun tetap saja gagal untuk mengusir Portugis dari Malaka. Hubungan keduanya semakin memburuk. Bentrokan-bentrokan masih sering terjadi, namun Portugis tidak bisa menguasai Aceh, sedangkan Aceh tidak bisa mengusir Portugis. Yang berhasil mengusir Portugis adalah VOC pada tahun 1641.
b.      Maluku angkat senjata
Portugis berhasil memasuki Kepulauan Maluku pada tahun 1521, mereka memusatkan aktivitasnya di Terntae. Disusul oleh Spanyol yang memusatkan kedudukan di Tidore. Terjadilah persaingan antara kedu belah pihak.
Pada tahun 1529terjadi perang antara Tidore dengan Portugis, hal ini disebabkan karena Portugis menembaki kapal-kapal dari Banda yang hendak membeli cengkeh ke Tidore. Rakyat Tidore tidak diterima dengan sikap Portugis, mereka angkat senjata. Karena mendapat dukungan dari Ternate dan Bacan, Portugis akhirnya menang dan mengusai Tidore. Portugis semakin sombong dan terus memonopoli perdagangan.
Sementara itu, untuk menyelesaikan persaingan antara Portugis dan Spanyol dilaksanakan perjanjian damai, yakni perjanjian Saragosapada tahun 1534. Dengan hal tersebut kedudukan Portugis semakin kuat dan memaksakan kehendaknya untuk memonopoli perdagangan di Maluku. Hal tersebut memicu reaksi dari rakyat Ternate, yaitu serangan yang dipimpin oleh Sultan Hairun. Ia menyerukan seluruh rakyat dari Irian samapi Jawa untuk memerangi Portugis. Portugis mulai kewalahan, dan menawarkan perdamaian dengan Sultan Hairun. Karena pertimbangan kemanusiaan Sulatn Hairun mau melakukan perundingan di Benteng Sao Paulo. Namun Portugis hanya menjebak Sultan Hairun, ia pun ditangkap dan dibunuh.
Perlawanan Sultan Hairun dilanjutkan oleh Putranya, Yaitu Sultan Baabullah. Melihat tindakan Portugis yang semakin sewenang-wenang membuat semangat rakyat Maluku semakin berkobar. Ternate dan Tidore bersatu dan melancarkan serangan terhadap Portugis. Akhirnya Portugis dapat didesak dan pada tahun 1575 berhasil diusir dari Ternate. Orang-orang Portugis kemudian melarikan diri dan menetap di Ambon sanpai tahun 1605. Pada tahun tersebut Portugis dapat diusir dari Ambon oleh VOC dan kemudian menetap di Timor Timur.
c.       Sultan Agung Vs J.P Coen
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai puncak kejayaan. Cita-cita Sultan Agung antara lain :
1.      Mempersatukan tanah Jawa
2.      Mengusir kekuasaan asing dari Bumi Nusantara.
Terkait dengan cita-citanya tersebut, Sultan Agung sangat menentang keberadaan kekuatan VOC di Jawa., apalagi tindakan VOC yang memonopoli perdagangan  yang mengakibatkan penderitaan bagi rakyat. Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia. Berikut alasan Sultan Agung hendak melancarkan serangan ke Batavia :
1.      Tindakan monopoli yang dilakukan VOC
2.      VOC sering menghalang-halangi kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke Malaka
3.      VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram
4.      Keberadaan VOC di Batavia telah memberikan ancaman yang serius bagi masa depan Pulau Jawa.
Pada tahun 1628 telah dipersiapkan pasukan dengan persenjataan dan perbekalan. Di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa tepatnya pada tanggal 22 Agustus 1628 Mataram menyerang ke Batavia. Mereka menyiapakan pos-pos pertahanan. Namun VOC menghalang-halangi, sehingga pertempuran tidak bisa dihindarkan. Ketika suasana sedang berkecamuk, Mataram mengirimkan pasukan lagi seperti pasukan di bawah Sura Agul-Agu; yang dibantu Kiai Dipati Mandureja dan Upa santa. Namun tetap saja, karena persenjataan VOC lebih unggul serangan tersebutpun belum berhasil.
Sultan Agung tidak menyerah begitu saja, dengan berabagi persiapan akhirnya pada tahun 1629 pasuka Mataram di bawah pimpinan Tumneggung Singaranu, Kiai Dipati Juminah, dan Dipati Purbaya. Namun VOC telah mengetahui rencana Mataram, dengan segera VOC mengirim kapal perang untuk menghancurkan lumbung yang telah dipersiapkan. Pasukan Mataram pantang mundur, dengan kekuatan yang tersisa pasukan Mataram terus menyerang. Namun persenjataan VOC terlalu kuat sehingga serangan yang kedua pun belum berhasil. Kemudian pasukan Mataram ditarik mundur oleh Sultan Agung.
VOC semakin berambisi untuk memperluas wilayahnya, mereka juga sangat waspada dengan pasukan Mataram.
Namun karena semangat juang Sultan Agung tidak diwarisi raja-raja berikutnya Mataram semakin lemah. Sebagai pengganti Sultan Agung adalah Sultan Amangkurat I, di bawah kepemimpinannya Mataram semakin lemah, dan ia malah bersahabat dengan VOC dan bersikap sewenang-wenang terhadap rakyat dan juga menimbulkan perlawanan dari rakyat.
d.      Perlawanan Banten
Banten memiliki posisi yang strategis dalam Bandar perdagangan Internasional. Oleh karena itu, Belanda selalu ingin menguasai Banten namun tak pernah berhasil. Akhirnya terjadi persaingan antara Banten dan VOC.
Pada tahun 1651, Pangeran Surya naik tahta, ia bergelar Sultan Abu al-Fath yang lebih  dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Ia berusaha memulihkan posisi Banten dalam Bandar dagang Internasional. Ia melakukan hubungan dagang dengan berabagai Negara di Eropa dan Asia. VOC tidak senang dengan strategi Banten, ia pun meblokade jung-jung dari Cina agar tidak meneruskan perjalanan menuju Banten. Hal ini bertujuan agar Banten semakin lemah. Rakyat Banten tidak tingga diam mereka juga menyerang kebun the milik VOC. Hubungan keduanya pun semakin memburuk.
Menghadapi serangan Banten yang terus-menerus membuat VOC terus membangun benteng pertahanan. Di sisi lain Sultan Ageng juga memerintahkan rakyatnya untuk membangun saluran irigasi, yang bertujuan selain sebagai peningkatan produksi pertanian, juga untuk memudahkan transportasi perang.
Serangan dan gangguan terhadap VOC terus dilakukan. Di tengah-tengah semangat mengobarkan semangat anti VOC, Sultan Ageng mengangkat putra mahkota menjadi pembantu raja dalam irusan dalam negeri yang kemudian dikenal dengan nama Sultan Haji. Selain itu Sultan Ageng juga mengangkat putranya yang lain yakni Paneran Aya Purbaya untuk membantu dirinya mengurusi urusa luar negeri. Hal tersebut dimanfaatkan oleh VOC untuk memcah belah Banten. VOC menghasut Sultan Haji,  ia pun setuju untuk berskongkol dengan VOC karena khawatir yang akan dinobatkan sebagai raja adalah Arya Purbaya. Terjadilah pertentanagn antara Sultan Haji dengan Sultan Ageng, VOC mau membantu Sultan Haji dengan 4 syarat yakni :
1.      Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC
2.      Monopoli lada di Banten dipegang oleh VOC, dan harus menyingkirkan pedagang dari Persia, India, dan Cina
3.      Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji
4.      Pasukan Bnaten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman harus ditarik kembali.
Pada tahun 1681 Sultan Haji berhasil merebut Kesultanan Banten. Sultan Ageng kemudian membangun istana yang berpusat di Tirtayasa, ia berusaha merebut kembali Kesultanan Banten. Pasukan Sultan Ageng berhasil mengepung istana Surowosan, namun Sultan Haji meminta bantuan dari VOC sehingga pasukan ultan Ageng dapat dipukul mundur. Namun Sultan Ageng tidak pernah menyerah ia terus bergreliya. Hingga pada tahun 1683 Sultan Ageng berhasil ditangkap dan ditawan di Batavia hingga ia meninggal pada tahun 1692.
e.       Perlawanan Goa
Kerajaan Goa termasuk kerajaan yang terkenal yang berpusat di Somba Opu karena sangat terbuka dengan siapa saja. Selain itu Goa sangat anti dengan monopoli sehingga Goa menjadi kerajaan sangat berkembang.
Pelabuhan Somba Opu yang merupakan pusat Kerajaan Goa memiliki letak yang startegis dalam lalu lintas perdagangan, karena pedagang yang hendak pergi dari barat ke timur maupun sebaliknya harus singgah terlebih dahulu di Somba Opu. Melihat hal tersebut VOC sangat ingin menguasai Goa. Hal tersebut dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan memblokade pelabuhan Somba Opu, tetapi gagal karena kappa-kapal Makassar sangat kecil dan lincah bergerak di antara pulau. Karena gagal VOC merusak dan menangkap kapal pribumi maupun kapal-kapal asing lainnya.
Raja Goa, yakni Sultan Hassanudin sangat tidak suka dengan tindakan VOC, ia ingin menghentikan kesewenang-wenangan VOC. Berbagai persiapan pun dilakukan, dianatranya dengan membangun benteng-benteng pertahanan. Disisi lain VOC melakukan politik devide et impera, yakni dengan menjalin hubungan dengan Pangeran Bugis yakni Aru Palaka.
Karena begitu nafsu untuk mengusai Goa, VOC melancarkan serangan yang terdiri atas tentara VOC, orang-orang Ambon dan pasukan Aru Palaka. Pasukan Sultan Hassanudin tetap bertahan namun akhirnya pasukan Hassanudin mengalami kekalahan karena gabungan pasukan yang kuat dan juga persenjataan yang begitu unggul. Untuk itu Hassanudin dipaksa menandatangani perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667 yang isinya :
1.      Goa harus mengakui hak monopoli VOC
2.      Semua orang barat, kecuali Belanda harus meninggalkan Goa
3.      Goa harus membawa biaya perang
Sultan Hassanudin tidak mau melaksanakan isi perjanjian tersebut karena sangat bertentangan dengan semboyan masyarakat Goa. Ia melancarkan serangan kembali namun gagal dan terpaksa melaksanakan perjanjian tersebut. Benteng pertahanan Goa pun jatuh ke tangan VOC yang kemudian dikenal dengan Benteng Rotterdam.
f.       Rakyat Riau angkat senjata
Ambisi untui memnopoli perdagangan dan menguasai wilayah di Nusantara terus dilakukan oleh VOC. Selain Malaka, VOC juga ingin menguasai Riau. Dengan politik memecah belah VOC berhasil menanamkan pengaruhnya di Riau. Hal tersebut memicu perlawanan dari kerajaan-kerajaan yang ada di Riau.
Salah satunya adalah perlawanan yang dilakukan oleh Kerajaan Siak Sri Indrapura. Raja Siak Abdul Jalil Rahmat Syah memimpin rakyatnya untuk melawan VOC. Setelah menguasai Johor an Bintan, Raja Siak kemudian megirim pasukan di bawah pimpina Raja Lela Muda untuk menyerang Malaka. Ia mengajak putranya yaitu Raja Indra Pahlawan.
Dalam suasana konfrotasi dengan VOC Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah wafat dan kemudian digantikan oleh putrnya yang bernama Muh. Abdul Jalil Muzafar Syah. Ia juga sangat anti dengan VOC. Ia melakukan penyerangan terhadap VOC di Malaka dan sebagai komandan perang adalah Raja Indra Pahlawan. Untuk menghadapi  perlawanan dari rakyat Siak, VOC membangun benteng pertahanan yang mengubungkan berbagai sungai sampai Pulau Guntung. Kapal-kapal dagang Siak ditahan oleh VOC. Hal tersebut merupakan pukulan yang berat bagi Siak. Untuk itu Raja Siak mempersiapakan serangan yang dipimpin oleh Raja Indra Pahlawan dan sebagai panglima perang Muhammad Ali. Diperkuat dengan kapal harimau buas Siak melakukan penyerangan,namun karena benteng yang dibangun oleh VOC sangat tebal dan berlapis-lapis sulit bagi Siak untuk melewatinya, namun pasukan VOC juga banyak yang jatuh menjadi korban. Namun VOC juga terus mendatangkan bantuan. Hal tersebut membuat Raja Siak menarik mundur pasukannya.
Sultan Siak bersama par panglima membuat siasat baru yakni dengan tipu daya. Sultan diminta berpura-pura member hadiah kepada VOC dan mengajak damai. Namun diawal perundingan Sultan Siak dipaksa untuk tunduk kepada VOC. Sultan Siak memberikan kode kepada anak buahnya untuk membakar loji yang di dalamnya ada orang-oran Belanda. Rombongan Sultan Siak pun pulang dengan membawa kemenangan. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari jasa Raja Indra Pahlawan yang kemudian diberi gelar “Panglima Perang Raja Indra Pahlawan Datuk Lima Puluh”.
g.      Orang-orang Cina berontak
Sejak abad ke5 orang Cina sudah berdatangan ke Jawa untuk melakukan hubungan dagang dengan Jawa. Begitu juga pada masa pemerintahan VOC di Batavia, banyak orang dari Tiongkok senagaja didatangkan untuk meningkatkan perekonomian. Namun tidak semua dari mereka membawa modal, bahkan banyak yang menjadi pengemis dan pencuri. Hal tersebut mulai membuat VOC khawatir dan kemudian membatasi orang-orang Cina yang akan datang ke Jawa. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengeluarkan ketentuan bahwa setiap orang cina yamg tinggal di Batavia harus memiliki surat izin bermukim yang disebut dengan permessiberiefjes atau sering disebut dengan surat pas. Orang Cina yang tidak memiliki surat tersebut akan dibuang ke Sri Lanka dan bekerja di kebun milik VOC atau dipulangkan kembali ke Cina. Mereka diberi waktu 6 bulan untuk mendapatkan surat izin tersebut. Namun VOC melakukan penyelewengan dengan menetapkan tariff yang mahal untuk mendapatkan surat izin. Sehingga banyak orang Cina yang ditangkap tapi ada yang berhasil meloloskan diri dan melakukan pemberontakan.
Pada tahun 1740 terjadi kebakaran di Batavia, VOC menafsirkan bahwa hal tersebut dilakukan oleh orang-orang Cina yang memeberontak. VOC pun mulai melakukan tindakan sweeping yakni dengan memasuki rumah-rumah orang Cina kemudian membunuh orang yang tinggat di rumah-rumah tersebut. Namun ada yang berhasil meloloskan diri dan terus melakukan perlawanan di sepanjang pesisir Pulau Jawa. Hal tersebut didukung oleh Bupati dari pesisir dan Pakubuwana II. Mereka mulai melakukan penyerangan benteng VOC di Kartasura . VOC pun mulai meningkatkan kekuatan, pemberontakan orang-orang Cina pun dapat dilumpuhkan satu persatu dan juga menimbulkan banyak korban. Oleh karena itu Pakubuwana II mulai bimbang dan kemudian melakukan perdamaian.
h.      Perlawanan Mangkubumi dan Mas Said
Kekuasaan Mataram semakin berkurang karena Pakubuwana II bersahabat dengan VOC, hal tersebut memicu kekecewaan para bangsawan kerajaan. Hingga terjadilah berbagai perlawanan, misalnya perlawanan Raden Mas Said.
Awalnya Raden Mas Said hanyalah pegawai rendahan di keraton yang kemudian mengajukan permohonan untuk dinaikkan pangkatnya. Namun hal tersebut malah menjadi barang cercaan dan hinaan oleh keluarga kepatihan bahkan dituduh ikut melakukan pemberontakan yang dilakukan oleh orang Cina. Mas Said sakit hati dengan sikap keluarga kepatihan dan berniat melakukan perlawanan terhadap VOC karena telah bersekutu dengan keluarga bangsawan. Kemudian ia menuju Nglaroh untuk segera melakukan perlawanan. Pasukan Mas Said  cukup kuat karena banyak mendapatkan dukungan dari rakyat dan merupakan ancaman yang serius bagi Pakubuwana II sebagai Raja Mataram. Hal tersebut memicu Pakubuwana II mengumumkan bahwa barangsiapa dapat memadamkan perlawanan Mas Said akan diberikan tanah di Sukowati.
Mendengar hal tersebut Pangeran Mangkubumi, adik dari Pakubuwana II ingin membuktikan bahwa sayembara tersebut benar. Ia berhasil memadamkan perlawanan Mas Said, tetapi ternyata Pakubuwana II mengingkari janjinya. Sehingga terjadi pertentangan antara Pangeran Mangkubumi  dengan Pakubuwana II. Dalam suasana yang penuh konflik ini, Gubernur Jenderal Van Imhoff malah menghina Pngeran Mangkubumi bahwa ia terlalu berambisi mencari kekuasaan. Hal tersebut membuat Pangeran Mangkubumi sakit hati, dan merasa bahwa VOC terlalu mencampuri urusan kerajaan. Maka terjadilah perlawanan terhadap VOC.
Pangeran Mangkubumi dan pengikutnya mencari Mas Said untuk bersatu melawan VOC. Mereka membagi wilayah perjuangan, yakni wilayah barat dipimpin oleh Mangkubumi dan wilayah timur dipimpin oleh Mas Said. Pada saat itu diberitakan bahwa Mangkubumi membawa 13.000 prajurit, termasuk 2500 kavaleri.
Ditengah terjadinya perlawanan di mana-mana, Pakubuwana II jatuh sakit dan terpaksa menandatangani perjanjian yang isinya :
1.      Susuhan Pakubuwana II menyerahkan kerajaan Mataram secara de facto maupun de jure kepada VOC.
2.      Hanya keturunan Pakubuwana II yang berhak naik tahta, dan akan dinobatkan oleh VOC sebagai raja Mataram dengan tanah Mataram sebagai pinjaman dari VOC.
3.      Putra mahkota akan segera dinobatkan setelah 9 hari wafatnya Pakubuwana II.
Hal tersebut memicu kekecewaan Mangkubumi yang mana dahulunya Mataram merupakan kerajaan yang Berjaya namun akhrnya harus diserahkan kedaulatannya ke pihak asing.
Perlawanan Pangeran Mangkubumi berakhir setelah adanya perjanjian Giyanti yang isinya Mataram dibagi menjadi dua yakni, wilayah barat (Yogyakarta) diberikan kepada Pangeran Mangkubumi sebagai penguasa yang bergelar Sri Sultan HB I, dan wilayah timur (Surakarta) diberikan kepada Pakubuwana III sebagai penguasanya. Perlawanan Mas Said berakhir setelah ditandatanganinya perjanjian Salatiga yang isinya Mas Said diangkat menjadi pengausa di sana dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I.


Sumber :
Buku paket sejarah Indonesia K13 untuk SMA/MA/SMK/MAK semester I cetakan Kemendikbud.
 

Kamis, 27 Agustus 2015

Tanam Paksa



Tanam Paksa

 Latar belakang munculnya Cultur stelsel (Tanam paksa)
Pada tahun 1829 seorang tokoh bernama Johanes Van den Bosch mengajukan kepada raja Belanda usulan yang berkaitan dengan cara melaksanakan politik Kolonial Belanda di Hindia. Van den Bosch berpendapat bahwa untuk memperbaiki problematika ekonomi yang sedang dialami oleh pemerintah Belanda, harus dilakaukan penanaman tanaman yang dapat laku dijual di pasar dunia di tanah jajahan. Sesuai dengan keadaan di negeri jajahan, maka penanaman dilakukan dengan paksa.
Konsep inilah yang kemudian dikenal dengan cultuurstelsel (Tanam paksa). Dengan cara ini perekonomian Belanda dapat cepat pulih dan semakin meningkat.

b.      Ketentuan-ketentuan Tanam paksa
Raja Willem tertarik serta setuju dengan usulan Van den Bosch, sehingga Van den Bosch diangkat sebagai gubernur jendral baru di Jawa. Setelah sampai di Jawa Van den Bosch segera mencanangkan sistem dan program tanam paksa. Secara umum tanam paksa mewajibkan para petani untuk menanan tanaman-tanaman yang dapat diekspor di pasaran dunia. Rakyat kemudian diwajibkan membayar pajak dalam bentuk barang sesuai dengan hasil tanam yang ditanam oleh petani. Secara rinci ketentuan-ketentuan tanam paksa sesuai yang termuat pada lembaran Negara (Sttatsblad) Tahun 1834 No. 22 adalah sebagai berikut :
a.       Penduduk menyediakan sebagian dari tanahnya untuk pelaksanaan tanam paksa.
b.      Tah pertanian yang disediakan penduduk untuk pelaksanaan tanam paksa tidak boleh melebihi 1/5 dari tanah pertanian yang dimiliki oleh penduduk desa.
c.       Waktu dan pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tanam paksa tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
d.      Tanah yang disediakan untuk tanaman tanam paksa dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
e.       Hasil tanaman yang terkait dengan pelaksanaan tanam paksa wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika harga atau nilai hasil tanaman ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayarkan oleh rakyat, maka kelebihannya akan dikembalikan kepada rakyat.
f.       Kegagalan panen yang bukan disebabkan oleh kesalahan rakyat petani, menjadi tanggungan pemerintah.
g.      Penduduk desa yang bekerja di tanah-tanah untuk pelaksanaan tanam paksa berada di bawah pengawasan langsung para penguasa pribumi, sedang pegawai-pegawai Eropa melakukan pengawasan secara umum.

c.       Pelaksanaan Tanam Paksa
Menurut Van den Bosch pelaksanaan tanam paksa harus menggunakan organisasi desa.  Oleh karena itu diperlukan factor penggerak, yakni lembaga organisasi tradisi desa yang dipimpin oleh kepala desa. Penggerakan tenaga kerja dilakukan dengan cara melalui kegiatan sambatan, gotong royong, maupun gugur gunung. Dalam hal ini kepala desa tidak hanya sebagai penggerak tetapi juga sebagai penghubung dengan atasan dan pejabat pemerintah. Oleh karena itu kepala desa tetap berada di bawah pengawasan pamong praja.
Pelaksanaan tanam paksa tidak sesuai dengan peraturan tertulis. Hal ini telah medorong terjadinya tindak korupsi dari para pegawai dan pejabat yang terkait dengan pelaksanaan tanam paksa. Tanam paksa telah membawa penderitaan bagi rakyat, banyak rakyat yang jatuh sakit. Mereka dipaksa focus bekerja untuk tanam paksa, sehingga nasib diri sendiri dan keluarganya tidak terurus. Bahkan timbul bahatya kelaparan dan kematian di berbagai daerah.
Sementara seperti itu, pemerintah Belanda telah mendapatkan keuntungan yang besar dengan deberlakukannya tanam paksa. Belanda menikmati keuntungan di atas pendertiaan rakyat.

d.      Sistem usaha swasta 
Pelaksanaan tanam paksa memang telah berhasil memperbaiki perekonomian Belanda. Kemakmuran juga semakin meningkat, bahkan keuntungan dari diadakannya taman paksa telah mendorong Belanda berkembang menjadi Negara indistri. Sejalan dengan hal ini telah mendorong pula tanpilnya tokoh liberal yang didukung oleh para pengusaha. Oleh karena itu mulai muncul perdebatan tentang pelaksanaan tanam paksa. Masyarakat Belanda mulai mepertimbangkan baik buruk dan untung ruginya tanam paksa. Timbullah pro dan kontra mengenai pelaksanaan tanam paksa.
Pihak yang pro setuju jika tanam paksa tetap dilaksanakan adalah kelompok konseratif dan para pegawai pemerintah. Mereka setuju karena tanam paksa mendatangkan keuntungan. Sementara pihak yang menentang pelaksanaan tanam paksa adalah kelompok masyarakat yang merasa kasihan terhadap rakyat pribumi. Mereka umumnya kelompok-kelompok yang dipengaruhi oleh ajaran agama dan penganut asas liberal. Kaum liberal menghendaki tidak adanya campur tangan pemerintah dalam urusan ekonomi. Kegiatan ekonomi sebaiknya diserahkan kepada pihak swasta.
Pandangan dan ajaran kaum liberal itu semakin berkembang pengaruhnya semakin kuat. Oleh karena itu pada tahun 1850 pemerintah mulai bimbang apalagi kaum liberal mendapatkan kemenangan politik di parlemen. Sesuai dengan asas liberalisme, maka kaum liberal menuntut adanya perubahan dan pembaruan. Peranan pemerintah dalam kegiatan ekonomi harus dikurangi, sebaliknya perlu diberikan keleluasaan pihak swasta untuk mengelola kegiatan ekonomi.
Kaum liberal menuntuk pelaksanaan tanam paksa di Hindia Belanda harus diakhiri. Hal tersebut didorong oleh terbitnya dua buku pada tahun 1860 yakni buku Max Havelaar tulisan Douwes Dekker dan buku berjudul Suiker contractor karangan FFrans van di Pute. Oleh karena itu, secara berangsur-angsur tanam paksa mulai dihapus dan mulai ditetapkan sisitem politik ekonomi liberal. Hal ini juga didorong oleh isi kesepakatan di dalam Traktat Sumatera.

e.       Isi UU Agraria
Seiring dengan upaya pembaruan dalam menangani perekonomian di negeri jajahan, Belanda mengeluarkan berbagai ketentuan dan peraturan perundang-undangan, salah satunya adalah UU Agraria (Agrarische Wet) pada tahun 1870. Undang-undang ini mengatur tentang prinsip-prinsip politik tanah di negeri jajahan. Di dalam undang-undang itu dtegaskan antara lain :
1.      Tanah di negeri jajahan di Hindia Belanda dibagi menjadi dua bagian. Pertama, tanah milik penduduk pribumi berupa persawahan, kebun, ladang, dan sebagainya. Kedua, tanah hutan pegunungan dan lainnya yang tidak termasuk tanah penduduk pribumi dinyatakan sebagai tanah milik pemerintah.
2.      Pemerintah mengeluarkan surat bukti kepemilikan tanah.
3.      Pihak swasta dapat menyewa tanah penduduk. Tanah-tanah pemerintah dapat disewa pengusaha swasta sampai 75 tahun. Tanah penduduk dapat disewa selama 5 tahun, ada juga yang disewa sampai 30 tahun. Sewa-menyewa tanah ini harus didaftarkan kepada pemerintah.

f.       Lahirnya imperialisme dan kapitalisme modern
Sejak dikeluarkan UU Agraria pihak swasta semakin banyak memasuki tanah jajahan di Hindia Belanda. Mereka memainkan peranan penting dalam mengeksploitasi tanah jajahan. Oleh karena itu mulailah era imperialisme modern. Berkembanglah kapitalisme di Hindia Belanda. Tanah jajahan berfungsi sebagi :
1.      Tempat untuk mendapatkan bahan mentah untuk kepentingan industri di Eropa, dan tempat penanaman modal asing.
2.      Tempat pemasaran barang-barang hasil industri dari Eropa.
3.      Penyedia tenaga kerja yang murah.

g.      Dampak Tanam Paksa dan Usaha swasta
Bagi rakyat bumiputera pelaksanaan usaha swasta telah membawa penderitaan. Pertanian rakyat semakin merosot. Pelaksanaan kerja paksa masih terus dilakukan seperti pembangunan jalan raya, jembatan, jalan kereta api, saluran irigasi, benteng-benteng dan sebagainya. Di samping melakukan kerja paksa, rakyat masih harus membayar pajak, sementara hasil-hasil pertanian rakyat banyak yang menurun. Kerajinan-kerajinan rakyat mengalami kemunduran karena terdesak oleh alat-alat yang lebih maju. Alat transportasi tradisional seperti dokar, gerobak jugas semakin terpinggirkan. Dengan demikian rakyat tetap hidup menderita.


Sumber : Buku paket Sejarah Indonesia untuk kelas XI SMA/MA/SMK/MAK semester 1 terbitan Kemendikbud.