Laman

Senin, 24 November 2014

Kerajaan Aceh



Kerajaan di  Aceh

 a. Samudera Pasai
Kerajaan Samuderai Pasai merupakan penerus Kerajaan Perlak di Sumatera. Menurut laporan Marco Polo, pada abad XIII Kerajaan Samudera Pasai telah berkembang menjadi pusat agama Islam di wilayah Sumatera bagian utara.
Kerajaan Samudera Pasai terletak di tepi Selat Malaka, di mana Selat Malaka menjadi jalur lalu lintas perdagangan dunia. Hal ini menyebabkan Samudera Pasai berkembang mebjadi Kerajaan Maritim. Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu dari Persia yang bergelar Sultan Malik as-Saleh. Pada masa pemerintahan beliau Kerajaan Samudera Pasai berkembang menjadi kerajaan maritim yang kuat di Selat Malaka.
Adapun kehidupan masyarakat pada masa Kerajaan Samudera Pasai adalah sebagai berikut :
a.      Kehidupan Ekonomi
Samudera Pasai merupakan Negara maritim yang mengendalikan perekonomiannya pada perdagangan laut. Letaknya strategis di pinggir Selat Malaka membuat perdagangan di Samudera Pasai berkembang pesat. Kondisi ini membuat banyak pedagang asing dari Jawa, India, Timur Tengah, dan Cina singgah di Pelabuhan Pasai. Komoditas perdagangan Samudera Pasai adalah lada, kapur barus, dan emas. Selain itu penduduk Samudera Pasai menanam padi untuk memenuhi kebutuhan pokok bahan makanan. Mereka menanan padi di ladang dengan masa panen dua kali setahun. Untuk memperlancar aktifitas perdagangan, Kerajaan Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang dinamakan deureuham (dirham) sebagai alat tukar atau pembayaran yang resmi. Mata uang ini terbuat dari 70% ema murni dengan berat 0.60 gram, berdiameter 10 mm, dan mutu 17 karat.

b.      Kehidupan Sosial Budaya
Sebagai pusat penyebaran Islam di Sumatera dan Malaka, kehidupan  sosial masyarakat Samudera Pasai diatur menurut hukum Islam yang memiliki kesamaan dengan daerah Arab. Oleh karena itu, Samudera Pasai mendapatkan julukan Serambi Mekah. Pengaruh Islam di Samudera Pasai dapat dilihat pada nisan-nisan makam Raja Samudera Pasai yang duhiasi syair-syair bernuansa Islam.
c.       Kehidupan Agama
Menurut catatan Marco Polo dan Ibnu Batutah, sebagian besar penduduk Samudera Pasai adalah pemeluk Islam bermazhab syafii. Fakta ini memperlihatkan Samudera Pasai memiliki peranan yang penting sebagai pusat penyebaran Islam di kawasan Asia Tenggara. Kerajaan ini menyiarkan Islam samapi ke Minangkabau, Jambi, Malaka, Jawa, dan Thailand. Dari Kerajaan Samudera Pasai inilah kader-kader Islam dipersiapkan untuk mengembangkan Islam ke berbagai daerah.
Dalam Hikayat Patani diceritakan bahwa Kerajaan Samudera Pasai mengirim ulama ke Patani (Thailand Selatan) intuk mengislamkan Raja Patani yang bernama Payu Tu Naqpa. Kerajaan Smudera Pasai juga mendirikan masjid untuk penduduk Patani. Selain Thailand, Samudera Pasai mengirim ulama-ulamanya ke  Jawa. Salah satunya Fatahillah yang kemudian menjadi panglima di Demak dan penguasa Cirebon.
b.      Kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh Darussalam muncul ketika dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada abad XVI. Di bawah kepemimpinannya Kerajaan Aceh Darussalam berhasil melepaskan diri dari Kerajaan Pidie. Sultan Ali Mughayat Syah kemudian menggabungkan Kerajaan Lamuri yang awalnya di bawah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit ke dalam Kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan Aceh Darussalam terletak di ujung utara Pulau Sumatera sehingga sering dianggap pintu gerbang ke Selat Malaka. Oleh karena itu pelabuhan Banda Aceh dapat berkembang meenjadai pelabuhan transito, di mana Banda Aceh merupakan pusat pemrintahan Kerajaan Aceh Darussalam.
Adapun kehidupan masyarakat pada masa Kerajaan Aceh Darussalam adalah sebagai berikut :
a.      Kehidupan Ekonomi
Secara umum kehidupan ekonomi masyarakat Aceh cukup baik. Dengan semakin berkembangnya Banda Aceh sebagai pelabuhan dagang internasional, masyarakat Aceh banyak terjun dalam sektor perdagangan. Para petani Aceh membudidayakan tanaman lada dan padi. Pada abad XVI-XVII Aceh Darussalam merupakan salah satu negeri penghasil lada di Imdonesia. Pada saat itu permintaan pasar internasional terhadap tanaman lada sangat tinggi. Pada masa Sultan Iskandar Muda, tanaman lada diusahakan secara maksimal dan dikembangkan sebagai komoditas dagang utama. Agar hasil lada di Aceh tetap tinggi, kebun-kebun lada di Kedah dibabat habis, sedangkan kebun lada di Aceh tetap dipelihara. Dengan cara ini pedagang dari Barat hanya bisa membeli lada dari Aceh. Sistem monopoli telah membuat Aceh memperoleh keuntungan besar. Selain lada, komoditas lain yang dijual oleh masyarakat Aceh adalah beras, timah, emas, dan perak.
b.      Kehidupan Sosial Budaya
Sistem pendidikan agama di Aceh menghasilkan bebrapa ulama ternama yang ahli dalm bidang agama dan kesastraan. Para ulama tersebut antara lain Hamzah Fansuri yang menulis kitab Tabyan Fi Ma’rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani menulis kitab Mi’raj al-Muhakikin al-Iman, Nurudin Al-Raniri menulis kitab Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili menulis kitab Mi’raj al-TullabFi Fashil. Keberadaan ulama tersebut membuktikan bahwa kesastraan di Kerajaan Aceh Darussalam berkembang pesat.
c.       Kehidupan Agama
Sebagian besar masyarakat Aceh beragama Islam. Oleh karena itu kehidupan sosial masyarakatnya diatur menurut hukum Islam. Golongan ulama memiliki peranan penting dalam masyarakat. Mereka menjadi pemimpin agama dan penasehat pemerintah. Penguasa Aceh sangat memperhatikan pendidikan agama Islam. Perhatian ini teerlihat daari adanya jenjang pendidikan Islam sebagai berikut :
a.       Meunasah, jenjang pendidikan setingkat sekolah dasar (ibtidaiyah).
b.      Rangkang, jenjang pendidikan setingkat sekolah menengah pertama (tsanawiyah).
c.       Dayah, jenjang pendidikan setingkat sekolah menengah atas (aliyah).
d.      Dayah Teuku Cik, merupakan jenjang pendidikan setingkat perguruan tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar