Kerajaan di Aceh
a. Samudera Pasai
Kerajaan Samuderai
Pasai merupakan penerus Kerajaan Perlak di Sumatera. Menurut laporan Marco
Polo, pada abad XIII Kerajaan Samudera Pasai telah berkembang menjadi pusat
agama Islam di wilayah Sumatera bagian utara.
Kerajaan Samudera Pasai
terletak di tepi Selat Malaka, di mana Selat Malaka menjadi jalur lalu lintas
perdagangan dunia. Hal ini menyebabkan Samudera Pasai berkembang mebjadi
Kerajaan Maritim. Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu dari Persia yang
bergelar Sultan Malik as-Saleh. Pada masa pemerintahan beliau Kerajaan Samudera
Pasai berkembang menjadi kerajaan maritim yang kuat di Selat Malaka.
Adapun kehidupan
masyarakat pada masa Kerajaan Samudera Pasai adalah sebagai berikut :
a.
Kehidupan
Ekonomi
Samudera Pasai merupakan Negara maritim
yang mengendalikan perekonomiannya pada perdagangan laut. Letaknya strategis di
pinggir Selat Malaka membuat perdagangan di Samudera Pasai berkembang pesat.
Kondisi ini membuat banyak pedagang asing dari Jawa, India, Timur Tengah, dan
Cina singgah di Pelabuhan Pasai. Komoditas perdagangan Samudera Pasai adalah
lada, kapur barus, dan emas. Selain itu penduduk Samudera Pasai menanam padi
untuk memenuhi kebutuhan pokok bahan makanan. Mereka menanan padi di ladang
dengan masa panen dua kali setahun. Untuk memperlancar aktifitas perdagangan,
Kerajaan Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang dinamakan deureuham
(dirham) sebagai alat tukar atau pembayaran yang resmi. Mata uang ini terbuat
dari 70% ema murni dengan berat 0.60 gram, berdiameter 10 mm, dan mutu 17
karat.
b.
Kehidupan
Sosial Budaya
Sebagai pusat
penyebaran Islam di Sumatera dan Malaka, kehidupan sosial masyarakat Samudera Pasai diatur
menurut hukum Islam yang memiliki kesamaan dengan daerah Arab. Oleh karena itu,
Samudera Pasai mendapatkan julukan Serambi Mekah. Pengaruh Islam di Samudera
Pasai dapat dilihat pada nisan-nisan makam Raja Samudera Pasai yang duhiasi
syair-syair bernuansa Islam.
c.
Kehidupan
Agama
Menurut catatan Marco
Polo dan Ibnu Batutah, sebagian besar penduduk Samudera Pasai adalah pemeluk
Islam bermazhab syafii. Fakta ini memperlihatkan Samudera Pasai memiliki
peranan yang penting sebagai pusat penyebaran Islam di kawasan Asia Tenggara.
Kerajaan ini menyiarkan Islam samapi ke Minangkabau, Jambi, Malaka, Jawa, dan
Thailand. Dari Kerajaan Samudera Pasai inilah kader-kader Islam dipersiapkan
untuk mengembangkan Islam ke berbagai daerah.
Dalam Hikayat Patani
diceritakan bahwa Kerajaan Samudera Pasai mengirim ulama ke Patani (Thailand
Selatan) intuk mengislamkan Raja Patani yang bernama Payu Tu Naqpa. Kerajaan
Smudera Pasai juga mendirikan masjid untuk penduduk Patani. Selain Thailand, Samudera
Pasai mengirim ulama-ulamanya ke Jawa.
Salah satunya Fatahillah yang kemudian menjadi panglima di Demak dan penguasa
Cirebon.
b.
Kerajaan
Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh
Darussalam muncul ketika dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada abad XVI.
Di bawah kepemimpinannya Kerajaan Aceh Darussalam berhasil melepaskan diri dari
Kerajaan Pidie. Sultan Ali Mughayat Syah kemudian menggabungkan Kerajaan Lamuri
yang awalnya di bawah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit ke dalam
Kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan Aceh Darussalam terletak di ujung utara
Pulau Sumatera sehingga sering dianggap pintu gerbang ke Selat Malaka. Oleh
karena itu pelabuhan Banda Aceh dapat berkembang meenjadai pelabuhan transito,
di mana Banda Aceh merupakan pusat pemrintahan Kerajaan Aceh Darussalam.
Adapun kehidupan
masyarakat pada masa Kerajaan Aceh Darussalam adalah sebagai berikut :
a.
Kehidupan
Ekonomi
Secara umum kehidupan
ekonomi masyarakat Aceh cukup baik. Dengan semakin berkembangnya Banda Aceh
sebagai pelabuhan dagang internasional, masyarakat Aceh banyak terjun dalam
sektor perdagangan. Para petani Aceh membudidayakan tanaman lada dan padi. Pada
abad XVI-XVII Aceh Darussalam merupakan salah satu negeri penghasil lada di
Imdonesia. Pada saat itu permintaan pasar internasional terhadap tanaman lada
sangat tinggi. Pada masa Sultan Iskandar Muda, tanaman lada diusahakan secara
maksimal dan dikembangkan sebagai komoditas dagang utama. Agar hasil lada di
Aceh tetap tinggi, kebun-kebun lada di Kedah dibabat habis, sedangkan kebun
lada di Aceh tetap dipelihara. Dengan cara ini pedagang dari Barat hanya bisa
membeli lada dari Aceh. Sistem monopoli telah membuat Aceh memperoleh
keuntungan besar. Selain lada, komoditas lain yang dijual oleh masyarakat Aceh
adalah beras, timah, emas, dan perak.
b.
Kehidupan
Sosial Budaya
Sistem pendidikan agama
di Aceh menghasilkan bebrapa ulama ternama yang ahli dalm bidang agama dan
kesastraan. Para ulama tersebut antara lain Hamzah Fansuri yang menulis kitab
Tabyan Fi Ma’rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani menulis kitab Mi’raj
al-Muhakikin al-Iman, Nurudin Al-Raniri menulis kitab Sirat al-Mustaqim, dan
Syekh Abdul Rauf Singkili menulis kitab Mi’raj al-TullabFi Fashil. Keberadaan
ulama tersebut membuktikan bahwa kesastraan di Kerajaan Aceh Darussalam
berkembang pesat.
c.
Kehidupan
Agama
Sebagian besar
masyarakat Aceh beragama Islam. Oleh karena itu kehidupan sosial masyarakatnya
diatur menurut hukum Islam. Golongan ulama memiliki peranan penting dalam
masyarakat. Mereka menjadi pemimpin agama dan penasehat pemerintah. Penguasa
Aceh sangat memperhatikan pendidikan agama Islam. Perhatian ini teerlihat daari
adanya jenjang pendidikan Islam sebagai berikut :
a. Meunasah,
jenjang pendidikan setingkat sekolah dasar (ibtidaiyah).
b. Rangkang,
jenjang pendidikan setingkat sekolah menengah pertama (tsanawiyah).
c. Dayah,
jenjang pendidikan setingkat sekolah menengah atas (aliyah).
d. Dayah
Teuku Cik, merupakan jenjang pendidikan setingkat perguruan tinggi.